Mengenal Terapi Oksigen Hiperbarik dan Happy Hypoxia – Happy hypoxia tengah banyak diperbincangkan terpaut endemi COVID- 19. Kabarnya banyak dirasakan penderita COVID- 19 serta diucap selaku pembunuh yang tidak bergejala sebab tidak diiringi ketat nafas alhasil diucap pula silent hypoxia.
Mengenal Terapi Oksigen Hiperbarik dan Happy Hypoxia
Baca Juga : Transformasi Layanan Kesehatan Masyarakat
energy-medicine – Apa sesungguhnya happy hypoxia serta gimana pengobatan zat asam hiperbarik dapat jadi salah satu pemecahan buat menanganinya? Selanjutnya ini keterangannya, disarikan dari paparan dokter Sofia Wardhani, MKK, guru di Fakultas Ilmu Kesehatan UPN Pensiunan Jakarta.
Happy hypoxia diketahui pula dengan sebutan silent hypoxia, ialah situasi sel yang hadapi penyusutan kandungan zat asam. Di dalam sel, zat asam ialah bagian berarti buat pembuatan tenaga dalam wujud ATP ataupun adenosine triphosphate.
Bukan cuma pada penderita COVID- 19, happy hypoxia pula terjalin pada bermacam situasi semacam anemia, PPOK( penyakit paru hambatan parah), stroke, serta apalagi pemanjat gunung yang mengalami titik berat parsial zat asam yang lebih kecil.
” Pada prinsipnya, hipoksia terjalin sebab terdapatnya kendala gerakan zat asam dari hawa leluasa masuk ke dalam sel,” catat dokter Sofia dalam paparannya.
Apakah ada kaitannya dengan COVID-19?
Terdapat sebagian jenjang masuknya zat asam ke dalam sel. Jenjang awal merupakan zat asam berdifusi di jaringan paru lewat sel terkecil ialah alveolus. Di mari, zat asam diikat oleh hemoglobin ataupun sel darah merah kemudian diantar ke jaringan serta sel.
Supaya zat asam dalam mendobrak alveolar serta berdifusi ke dalam darah, diperlukan perbandingan titik berat antara paru dengan pembuluh darah nadi. Di sinilah permasalahan terjalin pada penderita COVID- 19.
Penderita COVID- 19 hadapi radang pada alveolar alhasil memerlukan titik berat lebih besar supaya zat asam bisa berdifusi ke dalam darah. Bila penderita hadapi situasi yang diucap cytockine storm serta kekalahan respirasi, hingga dokter hendak menyandingkan ventilator selaku perlengkapan tolong.
Tetapi bersumber pada riset, nyaris 80 persen penderita dengan perlengkapan tolong respirasi tewas bumi. Pemasangan ventilator biasanya dicoba apabila saturasi zat asam menyusut serta penderita hadapi ketat nafas. Saturasi zat asam yang menyusut menunjukkan terbentuknya hipoksia jaringan.
Nah, pada penderita happy hypoxia, situasi ini tidak terjalin. Penderita tidak hadapi ketat nafas serta sering- kali diperoleh hasil saturasi zat asam yang sedang dalam batasan korbal. Pada dikala saturasi zat asam jatuh dalam langkah kritis, hingga penderita hadapi perburukan dalam durasi kilat.
Kenapa tidak bergejala?
Terdapat bebrapa filosofi yang menarangkan happy hypoxia. Salah satunya mengatakan, agresi virus pada kemoreseptor membuat badan tidak dapat membaca status zat asam jaringan. Mungkin yang lain merupakan kandungan CO2 pada penderita COVID- 19 lumayan kecil alhasil tidak timbul kemauan bernapas.
Kemauan bernapas tidak cuma terjalin sebab hipoksia, melainkan pula sebab kenaikan kandungan CO2. Penderita dengan kendala takut pula kerap merasa ketat nafas alhasil respirasi jadi kilat serta dalam.
” Sebagian permasalahan di Amerika yang pengarang baca merupakan pada penderita silent hypoxia hadapi respirasi yang kilat serta dalam tetapi tidak terdapat kehebohan ketat nafas. Perihal ini diakibatkan sebab pola respirasi ini menghasilkan banyak CO2 alhasil kadarnya dalam darah turun,” tutur dokter Sofia.
Bersamaan berjalannya durasi, peradangan paru menyebar sedangkan badan menginginkan banyak zat asam buat melawan peradangan. Kesimpulannya, zat asam kesusahan masuk ke dalam darah serta terjalin hipoksia parah yang mengakibatkan oxygen debt ataupun hutang zat asam.
” Dampak dari besarnya oxygen debt, hingga sebagian alat bisa jatuh ke dalam kandas alat( Multiple alat failure atau MOF) yang kerap ditemukan pada penderita COVID- 19,” tutur dokter Sofia.
Baca Juga : Tips-Tips Kesehatan Menjalani Aktifitas Keseharian
Bagaimana mengatasi ‘hutang’ oksigen?
Buat menanggulangi oxygen debt dengan kilat, diperlukan kenaikan jumlah zat asam dalam darah. Perihal ini susah digapai bila tidak terdapat perbandingan titik berat yang lumayan berarti antara alveolar dengan pembuluh darah. Di sinilah, pengobatan zat asam hiperbarik memiliki kedudukan berarti.
Pengobatan zat asam hiperbarik telah dicoba lebih dari 100 tahun kemudian serta dipakai pula dikala terjalin wabah flu spanyol. Tetapi sehabis itu, pengobatan ini karam sebab ketidakpahaman mengenai metode yang mendasarinya.
Pengobatan hiperbarik sendiri mempunyai bermacam gejala yang telah diresmikan oleh FDA, di antara lain buat pengobatan penyakit dekompresi pada penyelaman, ulkus diabetikum, keracunan CO, serta kendala hipoksia lain. Mekanismenya dilandasi rancangan fisika ialah hukum Henry, kalau terus menjadi besar titik berat parsial gas di atas sesuatu larutan hingga terus menjadi besar kelarutan gas itu.
Dengan melonjaknya titik berat parsial zat asam dalam hawa yang dihirup, hingga terus menjadi besar zat asam yang larut dalam plasma alhasil membenarkan zat asam terhantarkan sampai ke sel. Ini jadi keunggulan pengobatan hiperbarik dibandingkan ventilator.
” Meski bersama tingkatkan kandungan zat asam di dalam sel, pengobatan hiperbarik tidak bertabiat invasif alhasil tidak memunculkan insult terkini pada badan penderita serta titik berat area yang besar membenarkan zat asam bisa lebih kilat serta lebih banyak larut ke dalam plasma darah,” tutur dokter Sofia.
Bagaimana status terapi hiperbarik?
Pemakaian dengan cara terbatas di sebagian rumah sakit di Cina serta Amerika Sindikat membuktikan hasil yang lumayan menjanjikan dalam penangkalan pemakaian ventilatir serta memesatkan pengobatan penderita COVID- 19. Tetapi FDA belum memutuskan pengobatan zat asam hiperbarik selaku salah satu pengobatan standar buat penderita COVID- 19 sebab belum lewat percobaan klinis.
Dikala ini, percobaan klinis lagi dijalani di 8 pusat hiperbarik di semua bumi buat menyamakan dampak pemberian pengobatan hiperbarik dengan konsumsi ventilator. Diharapkan, riset itu hendak membagikan hasil melegakan buat kurangi bobot kesehatan bumi dampak endemi COVID- 19.